Sore ini langit Bogor kembali meneteskan butiran air dari efek awan yang menguap. Bersertaan dengan buliran air yang jatuh mengguyur bumi, buliran hangat meluncur dari kedua pelipis mataku. Aku menangis. Begitu lemah untuk teriak. Begitu lemah untuk sekedar menghapus air itu. Begitu lemah untuk sekedar tersenyum, tulus.
Beberapa kali aku ingin pergi. Jauh. Jika bisa, dari kehidupan ini. Semua semakin tidak berarti. Hidup ini semakin hari semakin menyakitkan. Aku pernah percaya cinta. Yang terutama, yang pernah hadir dalam keluargaku. Semua sirna begitu mudahnya dengan kata 'cerai', how can I trust in love again?
Hampir dua tahun lamanya aku hanya menatap masa lalu, pernah memiliki seseorang yang sangat berarti namun kesalahan bodoh yang mengakhiri masa-masa indah. Hanya bisa termenung, berharap semua akan kembali normal. Tapi hidup tidak semudah itu.
Sampai hari itu aku bertemu kamu, di sore hari dalam pertengaham oktober 2012 silam. Semua terasa lebih manis, ada kembali semangatku, terutama untuk sembuh, untuk menyapa hari-hari di sekolah. Secerah pelangi hari-hari itu berlalu. Hingga kamu sempat menjauh, karena dia. Hey! Kita, kau dan aku selalu berkata kita hanya sahabat, tapi kenapa semua ini terasa begitu salah? Kenapa semua terasa perlahan hilang dan hanya menyisakan lara?
Aku selalu tersenyum mengingat semua kejadian yang pernah berlalu diantara kita, bagaimana aku bisa melupakanmu? Hah? Mereka berkata bahwa laki-laki sepertimu itu banyak, mereka bodoh. Dimana aku bisa menemukan laki-laki yang memiliki mata seteduh dirimu? Hanyut dalam tatapan yang berarti yang terkadang memancarkan cahaya suci kebahagiaan dan tak jarang pula aku dapat melihat semua penat yang kamu rasakan.
Hey, aku bertanya pada kalian, dimana aku bisa menemukan seperti dirinya? Yang terpaku pada film romantis 'ada apa dengan cinta', yang selalu mengatakan bahwa dia 'Jacob', yang menyebalkan dan tidak dapat ditebak, yang nekat menghabiskan liburan bersamaku, terkadang rela mendengar ceritaku, yang membuatku rela kehilangan teman-temanku, dan sebagainya. Dia unik, dia berbeda, dia special.
Kini, Februari 2014. Sore ini. Semua semakin terasa salah, semua semakin terasa menyakitkan, hambar, dan menyesakan lara. Dia. Perlahan tamparan menyadarkanku. Kamu miliknya, bukan miliku. Tidak boleh aku hanya memikirkan perasaanku. Aku kembalikan seutuhnya kamu kepadanya. Aku terus berjanji pada diriku untuk sekedar tidak mempunyai rasa lagi padamu. Harus menjauh, untuk sementara..
Rindu ini selalu mengantarkanku pada penyesalan. Sangat berat untuk sekedar menjauh. Kamu tau? Kamu begitu berati. Untuku dan juga untuknya. Kamu tau? Aku dapat sadar bahwa semua ini hanya salahku mengartikan semua yang ada disini, sejak awal, kamu hanya menganggapku sahabat, tidak pernah lebih dari itu. Aku dapat tahu, kamu memiliki rasa yang bernama sayang, tapi untuknya.
Kamu tau? Kamu mengambil keputusan yang tepat. Sangat. Merelakan aku pergi. Mungkin kamu tau aku tidak sebodoh itu untuk menyiksa diriku sendiri karena kehilangamu. Aku sangat dewasa, seperti katamu. Aku tau aku salah, aku harus menjauh, aku harus sadar, disini ada dia juga yang tersakiti. Aku tidak boleh egois hanya karena perasaanku yang sangat tidak penting ini. Aku harus memikirkan kebahagiaan kamu dan dirinya.
Tanpaku kamu tetap bahagia bersamanya. Kamu memiliki malaikat yang begitu baik dan sabar seperti dirinya.
Tuhan memiliki rencananya sendiri dalam setiap hari-hari yang kita lalui. Aku tidak akan pernah menyesal mengenalmu, aku yakin ada yang Tuhan sembunyikan dibalik ini semua, dibalik hal-hal yang tidak kita mengerti. Aku tidak akan lupa janjiku padamu, I'll be there. Ya, aku akan selalu disampingmu, melihatmu dari jauh. Melihat kamu selalu tersenyum. Mendukung yang kamu lakukan, dari jauh. Membawamu dalam doa, dalam setiap harapan yang biasa kita bayangkan setelah lulus nanti.
Aku hanya butuh menjauh untuk sementara. Darimu. Demi dirimu dan dirinya. Keadaan kita sebelumnya baik-baik saja, iyakan? Tapi ini yang bisa aku lakukan, sekedar membalas semua kesalahanku padanya, sempat meminjam dirimu, sempat berharap banyak padamu, sempat hadir diantara kalian. Terima kasih.
Jika aku merindukanmu lagi, bolehkah aku menghubungimu? Boleh aku berharap ucapan 'rindumu', dering teleponmu, atau kamu yang tiba-tiba ada di depan rumahku? Bolehkah aku menyapa hari-harimu lagi? Bolehkah aku hadir di tengah kalian lagi? Mungkin tidak. Mungkin boleh. Sampai waktunya, aku tidak akan pernah melupakanmu, melupakan kita.
Jikalau hari masih ada untuku, aku hanya berharap semua yang terbaik untuk kita. Aku tidak pernah ingin jauh darimu. Tidak bisa. Tapi mungkin untuk sementara ini, ini yang terbaik untuk kita bertiga. Aku hanya menjaga hubunganmu dan dirinya.
Maaf jika nantinya rasa ini masih ada, atau nantinya malah hilang seperti tulisan di bibir pantai yang terhapus derasnya ombak.
Jika tak sanggup aku menjauh, bolehkah aku tetap menjadi sahabatmu? Tidak akan berharap lebih dari itu.
u're not alone darling..byk yg sepertimu..bahkan lbh buruk..
BalasHapusyep, kayak lagu saosin aja yg youre not alone. bersyukur aja :)
Hapus